Pengaduan dan Konsultasi

Sejarah

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan sebuah Organisasi Gerakan Lingkungan Hidup terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 498 Organisasi dari Unsur Organisasi non-Pemerintah dan Organisasi Pencinta Alam serta 203 Anggota Individu yang tersebar di 28 Provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1980 hingga saat ini, WALHI secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan Lingkungan Hidup di Indonesia. WALHI bekerja untuk terus mendorong terwujudnya pengakuan hak atas Lingkungan Hidup, dilindungi serta dipenuhinya Hak Asasi Manusia sebagai bentuk tanggungjawab Negara atas pemenuhan sumber-sumber kehidupan rakyat. WALHI menyadari bahwa perjuangan tersebut dari hari-kehari semakin dihadapkan dengan tantangan yang berat, terutama yang bersumber pada semakin kukuhnya dominasi dan penetrasi rezim kapitalisme global melalui agenda‐agenda pasar bebas dan hegemoni paham liberalisme baru (neo‐liberalism) dan semakin menguatnya dukungan dan pemihakan kekuatan politik dominan didalam Negeri terhadap kepentingan negara‐negara industri atau rezim ekonomi global. Rezim kapitalisme global menempatkan rakyat, lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat bahkan bumi sebagai tumbal akumulasi kapital. Eksploitasi dan pengerukan Sumber Daya Alam yang tiada habisnya yang berujung pada krisis lingkungan hidup, telah mempengaruhi tatanan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya yang pada akhirnya meningkatkan ancaman kerentanan keselamatan dan kehidupan seluruh warga negara, baik di Perdesaan maupun Perkotaan. Ditengah tantangan perjuangan penyelamatan Lingkungan Hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang begitu berat, dibutuhkan gerakan sosial yang kuat dan luas untuk secara bersama-sama memperjuangkan keadilan ekonomi, sosial dan ekologis untuk generasi hari ini dan generasi mendatang. WALHI memastikan dirinya menjadi bagian utama dari gerakan ini.

Di tingkat internasional, WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth Internasional (FOE) yang beranggotakan 71 Organisasi akar rumput di 70 Negara, 15 Organisasi Afiliasi dan lebih dari 2 Juta Anggota Individu dan pendukung diseluruh dunia.

NILAI - NILAI WALHI

  1. Menghormati HAM
  2. Demokratis
  3. Keadilan gender
  4. Keadilan Ekologis
  5. Keadilan Antar Generasi
  6. Persaudaraan sosial
  7. Anti kekerasan
  8. Keberagaman

PRINSIP-PRINSIP WALHI

  1. Keterbukaan ; Menyampaikan informasi yang sebenarnya berkaitan dengan pengelolaan organisasi, program dan hasil audit keuangan kepada pihak-pihak yang terkait, baik diminta maupun tidak diminta.
  1. Keswadayaan ; Semua pihak diharapkan mendukung keswadayaan politik dan ekonomi masyarakat.
  1. Profesional ; Memelihara kepercayaan masyarakat dalam upaya perlindungan dan penyelamatan lingkungan hidup, segala bentuk aktifitas organisasi harus sesuai dengan kepentingan rakyat (korban dan keluarganya) dan segala bentuk aktifitas organisasi dapat dimintakan tanggung gugatnya. Semua pihak hendaknya bekerja secara profesional, sepenuh hati, efektif, sistematik dan tetap mengembangkan semangat kolektivitas.
  1. Ketauladanan ; Memimpin rakyat melalui tindakan ataupun perbuatan yang dapat memberikan inspirasi dan contoh kepada orang lain, kepada rakyat.
  1. Kesukarelawanan ; Diwujudkan dengan tidak menjadikan imbalan/pamrih dan/atau kedudukan/kekuasaan sebagai tujuan, kecuali semata-mata dimaksudkan untuk pemberdayaan dan kemandirian rakyat dan jejaring.

WALHI Lampung

Cikal bakal berdirinya WALHI Lampung sejak 15 Oktober 1991, saat ini memiliki 15 Lembaga Anggota dan 4 Anggota individu. WALHI Lampung merupakan organisasi publik yang mandiri dan tidak berorientasi laba. WALHI Lampung membuka keanggotaan baik yang berasal dari organisasi maupun individu. WALHI Lampung juga membuka diri bagi setiap orang untuk bergabung menjadi sahabat WALHI untuk bersama-sama melakukan pembelaan dan penyelamatan lingkungan hidup. Gerakan WALHI pertama kali di Lampung ditandai dengan keikutsertaan kelompok pecinta alam dalam acara “Sarasehan Lingkungan Hidup antar-LSM, Perguruan Tinggi, Pencinta Alam dan Pemerintah se-Sumatera,” pada tahun 1987, Kelompok Pencinta alam yang mewakili lampung adalah Pencinta Alam Watala, dan Putra Rimba (Edi Karizal Watala, Sentot Puri) yang diselenggarakan bersama oleh Gemapala Wigwam, Impalm, Kemasda, Sekretariat WALHI dan PPLH UNSRI di Palembang Sumatera Selatan. Kegiatan tersebut menjadi momentum baru gerakan WALHI Lampung dengan adanya pertemuan-pertemuan rutin kelompok Pencinta Alam Lampung yang di pelopori oleh Watala, Wanacala dan Putra Rimba dengan membahas kegiatan tentang kasus-kasus lingkungan yang ada di Provinsi Lampung. Dari kesepakatan kelompok Pencinta Alam yang mempelopori kegiatan-kegiatan Lingkungan Hidup untuk mendirikan gerakan baru yang bernama Walhi Lampung tepat didirikan pada tanggal 15 Oktober 1991 secara resmi Forda Walhi lampung terbentuk dengan formasi kelembagaan yaitu Kelompok Kerja Daerah yang beranggotakan tiga orang yaitu Sentot (Putra Rimba) Bandar Lampung, Alhm. Gunawan ZL (Wanacala) Bandar Lampung dan Muh (LPMD) Lampung Selatan sedangkan pada Presidium Walhi Lampung adalah Kusworo (Watala) Bandar Lampung. Anggota Forda Walhi Lampung terdiri dari Watala ( Bandar Lampung), Wanacala (Bandar Lampung), Putra Rimba (Bandar Lampung), LPMD (Lampung Selatan), LBH Bandar Lampung, PKBI (Bandar Lampung). Keanggotaan Forda Walhi Lampung yang masih terbatas menjadikan gerakan-gerakan Forda Walhi Lampung terfokus pada persoalan Lingkungan, kasus pada waktu itu Forda Lampung melakukan advokasi penolakan pembangunan PLTA Batu Tegi di Lampung Selatan saat ini menjadi Tanggamus. Pada tahun 1992 PNLH V di Sudiang yang di hadir oleh KKD diwakili oleh Alhm. Gunawan ZL dan Forda Walhi Lampung dihadiri oleh Kusworo sebagai Presidium serta anggota Korda Walhi Lampung. Pasca PNLH V di Sudiang 1992 keanggotaan Forda WALHI Lampung mulai ditertibkan yang tercatat dan terdaftar adalah 6 anggota yaitu Watala (Bandar Lampung), Wanacala (Bandar Lampung), Yasadhana (Pringsewu), Putra Rimba (Bandar Lampung), PKBI (Bandar Lampung) dan LBH Bandar Lampung,. Ada beberapa lembaga yang tidak masuk atau menjadi anggota Forda WALHI Lampung Yaitu LPMD dengan alasan ketidak aktifan Lembaga tersebut dalam kegiatan-kegiatan Forda Walhi Lampung. Pada tahun 1996 Korda Walhi Lampung melaksanakan PDLH I sekaligus sebagai saksi terbentuk secara definitif keberadaan WALHI Lampung dengan terpilihnya Guswarman dari Mitra Bentala, pada PDLH I

Walhi Lampung ini pun mengesahkan beberapa anggota forum dari kalangan LSM dan Pencinta Alam pertambahan anggota forum menjadikan jumlah anggota forum menjadi 10 yaitu : Watala, Wanacala, PKBI, Putra Rimba, Mitra Bentala, Yasadhana, Mapala Unila, Masapala AKL, Matala UTB dan Mainaka. Pada waktu PDLH I Korda Walhi Lampung ini berganti menjadi Badan Eksekutif Daerah Walhi Lampung yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif yaitu Guswarman (Mitra Bentala), Dewan Daerah Dedi Mawardi (LBH Bandar Lampung), Heri (Yasadhana), Gunawan ZL (Wanacala). Kegiatan advokasi pada waktu itu adalah penolakan pembuatan pembangkit Listrik Tenaga Air batutegi, karena secara ekologi merusak tatanan penyimpanan air dengan mengorbankan bukit-bukit yang ada disekitarnya.
Perjalanan forum WALHI Lampung terlau eksis dalam menyuarakan perjuangan terhadap kerusakan lingkungan yang ada di lampung tepat Pada tahun 1999 Forum Walhi lampung mengadakan PDLH II dengan terpilihnya Masyuri dari Kantor Bantuan Hukum, pada PDLH II Walhi Lampung ini pun mengesahkan beberapa anggota forum dari kalangan LSM dan Pencinta Alam pertambahan anggota forum menjadikan jumlah anggota forum menjadi 12 yaitu : Watala, Wanacala, PKBI, Putra Rimba, Mitra Bentala, Yasadhana, Mapala Unila, Masapala AKL, Matala UTB, Elsapa, KBH Bandar Lampung dan Mainaka.

Dalam perjalanannya kepemimpinan Masyuri mengalami persoalan sehingga Pada Tahun 2001, Forum Walhi Lampung karena desakan delapan Anggota forum untuk mengadakan PDLH Luar Biasa disebabkan Kebijakan Masyuri pada waktu itu mengakibatkan ketidak percayaan Anggota Forum, dari hasil PDLH Luar Biasa terpilihlah Mukri Friatna dari Wanacala untuk Masyuri, namun secara keorganisasian Masyuri masih syah menjadi pimpinan Walhi lampung pada saat itu, sehingga Walhi Lampung terjadinya dualisme kepempimpinan yaitu Mukri Friatna pimpinan Hasil PDLH Luar Biasa sedangkan Masyuri Pimpinan terpilih pada waktu PDLH II yang tidak mengakui adanya PDLH Luar Biasa. Pasca PNLH tahun 2003 di Medan penyelesaian dualisme kepemimpinan Walhi Lampung di selesaikan dengan hadirnya Direktur Eksekutif Nasional Walhi Longgena Ginting untuk pembekuan kedua pimpinan Walhi Lampung Mukri Friatna dan Masyuri, kemudian pemilihan ulang dan hasil dari pemilihan tersebut terpilihlah Mukri Friatna sebagai Direktur Eksekutif Walhi Lampung untuk masa periode 2003–2006.